masih pagi, seharusnya sudah harus bersemangat, menikmati matahari pagi yang telah sejak sejam yang lalu membumbung di langit lepas. sudah seharusnya pula, aku berada di balkon rumah kostku membiarkan hangatnya menusuk pori-pori wajahku dan menyerap cahanyanya. bukan maksud menentang matahari, tapi cukup mengambil sedikit cahayanya.
pagi ini tampaknya lain. aku tak menemukan sensasi menikmati pagi seperti kemarin. mungkinkah karena semalam aku terlampau terlena dengan sebatang rokok yang kuhisap sembunyi-sembunyi di sudut kamarku? asap rokok itu benar-benar tak menyegarkanku, membuatku terbatuk seolah mereka berhasil menguasai paru-paruku. ahh apa jadinya jika aku benar-benar menjadi perokok? untuk yang satu ini tampaknya harus kuhilangkan, sebab aku tak menemukan sensasi yang bisa membuatku untuk terus-terusan menikmatinya. tak sedikit pun.
aku teringat satu hal, tentang seseorang yang dulu pernah mengajarkanku merokok. yah, ini bukan isapan pertamaku. dulu ketika berada di puncak gunung, dengan gigil yang menggertakkan seluruh persendianku. rasanya seperti berendam di tengah lautan es. tak membeku tapi tak juga mampu bergerak. akhirnya, ku putuskan untuk mengisap sebatang rokok bokormas yang dibelinya ketika kami masih berada di posko pertama. tetap tak kurasakan apa-apa. tak ada hangat yang mengalir bersama darahku. aku tetap terbatuk.
mungkinkah, aku akan di cap nakal jika aku merekok? tidak, aku bukan orang yang seperti itu. bagiku, keputusan untuk mengisap sebatang racun ke tubuhku yang ku lakukan diam-diam di sudut kamarku semalam tak lain karena aku penasaran ingin mencoba rasanya. ingin membuktikan apakah aku akan semakin lancar menuliskan apa yang ada dalam kepalaku? hanya itu. alasan yang rasanya klise bagi hampir sebagian orang. aku juga tak dipengaruhi film "thankyou for smoking" yang justru diselamatkan dari kematian karena rokok.
perempuan perokok di zaman sekarang bukan lagi hal yang tabu. di sekelilingku sendiri aku tak jarang melihat anak-anak perempuan lihai menghembuskan asap membentuk bulatan-bulatan kecil serupa cincin dari mulut mereka. itu gaya hidup, tak merokok di jaman sekarang berarti tak keren [menurut anggapan sebagian orang]. tentulah slogan-slogan itu tertanam di benak mereka dengan kuat, sama kuatnya ketika tak memiliki ponsel berarti udik. freakish. aku tak ingin menyalahkan anak-anak ini.
sejak kecil mereka telah dijejali barang-barang instan, mewah dan penuh merek. orang tua tentu saja punya pengaruh besar dalam gaya hidup mereka. mereka masih anak-anak, tapi telah piawai membedakan keunggulan antara Gucci dan Nevada. seorang teman mulai mengeluhkan iklan-iklan di dinding facebooknya yang hampir penuh dengan promosi instan. mengiklankan cara mudah menjadi kaya di usia dini. berpenghasilan lebih layaknya pengusaha, atau tampil cantik dengan payudara penuh dan tubuh yang langsing. wajah yang putih. serupa bintang-bintang iklan di produk-produk mereka.
aaahhhh.... rupanya aku mulai nakal melihat sekelilingku. tidak, aku belum benar-benar menjadi nakal meski aku sebenarnya mengharapkan diriku bisa lebih nakal dari ini. tapi tidak... aku sendiri dijejali merek meski tak sebranded barang-barang mewah, atau tak kecanduan iklan cantik dan hendak merubah diriku serupa bintang-bintang iklan itu. ouh... tampaknya akan sangat sesuai jika ku katakan, bahkan aku sendiri pun yang sedikit punya pendirian akan pilihan gaya hidup yang pantas untuk usiaku, aku juga tak lepas dari merek dan barang-barang kapitalis ini. munafikkah aku? rasanya tidak... aku menggunakan barang-barang mereka untuk kembali mengkritik mereka atau bahkan sampai pada menyatakan perang [meski belum perang yang sebenar-benarnya perang] dengan mereka. inikah negosiasinya? ku pikir bukan. lalu yang kulakukan ini akan ku sebut apa? entahlah, aku belum yakin menamainya apa, mungkin pulalah aku yang keliru menerjemahkan tanda-tanda dari mereka.
ouhhh...ini sudah terlampau ngawur, seharusnya pagi ini hanya ingin menikmatinya lagi. benar-benar menikmati pagi.... dan menyampaikan penyesalanku pada matahari sebab terlambat aku menyambut cahayanya.