Saya masih sangat mengingat jelas, ketika tadi siang saya berada di ruangan kerja pembimbing saya. Tempatnya nyaman dan sejuk [tentu ini karena ada AC] terlebih lagi, lelaki yang menjaga dan selalu mengingatkan jadwal kerja pembimbing saya itu, sangatlah bersahabat dan juga lumayan cakep [kalau yang satu ini dari perspektif saya sendiri]. Saya dan teman-teman memanggilnya mas Zemi, meskipun saya sendiri tak tahu siapa nama lengkapnya. Tapi seperti kata mbah Shakespeare [sang penulis kisah cinta abadi nan tragis “Romeo and Juliet”, “Hamlet” dan masih banyak lagi karya yang apabila dituliskan pada catatan ini akan menjadi tak berkesudahan] “apalah arti sebuah nama” maka itu pun tak terlalu menjadi penting bagi saya.
Saya lanjutkan cerita saya yang sedikit nyeleneh atau bahkan mungkin terkesan narsis. Awalnya, saya tak berencana menemui beliau [pembimbing saya] secara langsung. Sebab tak bisa saya pungkiri, saya selalu grogi dan tidak percaya diri jika hendak bertemu beliau. Bukan karena ada apa-apa, tapi saya selalu merasa sungkan dan terkadang kebingungan memulai percakapan saya dengan beliau. Padahal jika bersama teman-teman saya, hampir pasti saya sangat cerewet minta ampun. Ini mungkin karena saya merasa kepribadian saya yang awut-awutan akan tampak oleh beliau. Ahh… saya memang terlampau tak percaya diri jika berhadapan dengan beliau. Tapi saya senang memiliki pembimbing seperti beliau; cerdas, anggun, dan yah… beliau selalu mampu menjadi “right man in the right place” [tentu ini pun murni persepsi saya].
Akhirnya, mas Zemi dengan gaya sok imutnya yang bersahabat mempersilahkan saya untuk bertemu langsung dengan beliau. Ahh, sebelum bertemu beliau yah ngaca dulu… hehehe. Memasuki ruangan beliau, grogi itu semakin dugdug ser tapi untungnya, saya disambut dengan senyum sumringah nan hangat oleh beliau. Pembicaraan kami pun tak lepas dari keluh kesah pada penelitian saya. Dan tersampaikanlah apa yang selama ini memandekkan langkah saya menyelesaikan proposal penelitian saya. Saya, sedang terkena sindrom dimusuhi oleh buku juga belum menemukan kata rujuk dengan tulisan. Dan lagi-lagi beliau tersenyum geli mendengar ungkapan saya.
Katanya, buku itu adalah makhluk paling menyenangkan dan makanan paling nikmat jika saya mampu berdamai dengan buku dan tulisan-tulisan itu. Tak perlu meluangkan waktu sehari penuh jika memang tak mampu, cukup sisakan lima menit dalam sehari untuk menjenguk tulisan-tulisan dan buku-buku yang sangat pasti akan menyelamatkan saya dalam ujian nanti, ah tapi tidak hanya ketika ujian... menggandeng gelar pun itu; baik ia S1, S2, S3, Prof, Guru Besar dan segala macam gelar lainnya, jika tak mampu bersahabat dan menikmati lezatnya buku dan tulisan-tulisan maka semuanya hanya akan menjadi sia-sia. Buntut-buntutnya akan malu sendiri jika tak mampu menyelesaikan kerumitan dan masalah-masalah dimana kita dianggap ahli di dalamnya. Hem… saya tiba-tiba teringat kata-kata ini “bahwa takdir abadi setiap pelajar dan pendidik tak lain adalah takdir intelektual itu sendiri” [saya lupa siapa pemilik kata-kata ini].
Lagi-lagi saya mempercayai satu hal, “bahwa setiap kata itu mengandung sebuah semangat nah tergantung kita_nya mau mempergunakan apa semangat itu” [kalau yang ini sih, murni kata-kata saya]. Dan benar saja, meskipun saya harus mengganti lagi teori penelitian saya, tapi saya tetap bersemangat untuk sesegara mungkin menyelesaikan apa yang menjadi kewajiban saya selama kuliah. Tentunya, ini adalah salah satu kewajiban-kewajiban saya yang lain yang hampir pasti dan harus saya laksanakan sesegera mungkin.
Hem… awan berarak mengangkasa, sedikit tersapu angin dan mengintiplah langit biru yang cerah. Tepat di gang VIDI 3 saya pun turun dari bus jalur 7 yang membawa saya dan percakapan nakal saya dengan diri saya. Langit benar-benar cerah ketika itu, meskipun selalu ada awan gelap yang membayang menggantung di langit Jogja. Tapi paling tidak suntikan semangat itu saat ini memang sangat saya perlukan. Walhasil… sepanjang jalan menuju kosan saya di gang anggur, saya tersenyum bahagia dengan segala bayangan-bayangan narsis menemani saya.
Kamar saya, 4 april 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar